Inspiration Words

"Beri aku seribu orang tua,niscaya akan aku cabut semeru dari akarnya.Beri aku satu anak muda,niscya akan aku guncangkan dunia"( Bung Karno )
                                                                          

Selasa, 02 November 2010

Batik Jambi

Batik merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia.Secara historis 
Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta.
        Jadi kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah perang dunia kesatu habis atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian Batik menjadi alat perjaungan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda.
        Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.
        Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga kraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri.
        Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai tediri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanahlumpur.
        Jaman Majapahit Batik yang telah menjadi kebudayaan di kerajaan Majahit, dapat ditelusuri di daerah Mojokerto dan Tulung Agung. Mojoketo adalah daerah yang erat hubungannya dengan kerajaan Majapahit semasa dahulu dan asal nama Majokerto ada hubungannya dengan Majapahit. Kaitannya dengan perkembangan batik asal Majapahit berkembang di Tulung Agung adalah riwayat perkembangan pembatikan didaerah ini, dapat digali dari peninggalan di zaman kerajaan Majapahit. Pada waktu itu daerah Tulungagung yang sebagian terdiri dari rawa-rawa dalam sejarah terkenal dengan nama daerah Bonorowo, yang pada saat bekembangnya Majapahit daerah itu dikuasai oleh seorang yang benama Adipati Kalang, dan tidak mau tunduk kepada kerajaan Majapahit.
        Diceritakan bahwa dalam aksi polisionil yang dilancarkan oleh Majapahati, Adipati Kalang tewas dalam pertempuran yang konon dikabarkan disekitar desa yang sekarang bernama Kalangbret. Demikianlah maka petugas-petugas tentara dan keluara kerajaan Majapahit yang menetap dan tinggal diwilayah Bonorowo atau yang sekarang bernama Tulungagung antara lain juga membawa kesenian membuat batik asli.
       Di Jambi,batik juga punya sejarah tersendiri, 
Pada zaman dahulu batik Jambi hanya dipakai sebagai pakaian adat bagi kaum bangsawan/raja Melayu Jambi. Hal ini berawal pada tahun 1875, Haji Muhibat beserta keluarga datang dari Jawa Tengah untuk menetap di Jambi dan memperkenalkan pengolahan batik. Motif batik yang diterapkan pada waktu itu berupa motif - motif ragam hias seperti terlihat pada ukiran rumah adat Jambi dan pada pakaian pengantin, motif ini masih dalam jumlah yang terbatas. Penggunaan motif batik Jambi, pada dasarnya sejak dahulu tidak dikaitkan dengan pembagian kasta menurut adat, namun sebagai produk yang masih eksklusif pemakaiannya dan masih terbatas di lingkungan istana.

Dengan berkembangnya waktu, motif yang dipakai oleh para raja dan keluarganya saat ini tidak dilarang digunakan oleh rakyat biasa. Keadaan ini menambah pesatnya permintaan akan kain batik sehingga berkembanglah industri kecil rumah tangga yang mengelola batik secara sederhana.

Perkembangan batik sempat terputus beberapa tahun, dan pertengahan tahun 70-an ditemukan beberapa lembar batik kuno yang dimiliki oleh salah seorang pengusaha wanita "Ibu Ratu Mas Hadijah" dan dari sanalah batik Jambi mulai digalakkan kembali pengembangannya. Salah seorang ibu yang turut juga membantu perkembangan pembatikan di Jambi adalah Ibu Zainab dan Ibu Asmah yang mempunyai keterampilan membatik di Seberang Kota.

Pada mulanya pewarnaan batik Jambi masih menggunakan bahan-bahan alami dari tumbuh-tumbuhan yang terdapat di dalam hutan daerah Jambi, seperti :

  1. Kayu Sepang menghasilkan warna kuning kemerahan.
  2. Kayu Ramelang menghasilkan warna merah kecokelatan.
  3. Kayu Lambato menghasilkan warna kuning.
  4. Kayu Nilo menghasilkan warna biru.
Warna-warna tersebut merupakan warna tradisional batik Jambi, yang mempunyai daya pesona khas yang berbeda dari pewarna kimia.

Pada tahun 1980 tanggal 12 s/d 22 Oktober di Desa Ulu Gedong diadakan Pendidikan dan Pelatihan Batik di Kotamadya Jambi, diklat yang pertama kali di selenggarakan ini diprakarsai oleh Kanwil Departemen Perindustrian Propinsi Jambi (Drs. H. Suprijadi Soleh) bekerjasama dengan instansi terkait dan Ketua Tim Penggerak PKK Propinsi Jambi (Prof. Dr. Sri Soedewi Maschun Sofwan, SH.), dengan mendatangkan tenaga pelatih /instruktur dari Balai Besar Kerajinan clan Batik Yogyakarta.

Sampai saat ini tidak seorangpun tahu dengan pasti siapa pencipta motif batik tradisional yang sangat banyak jumlahnya, juga filosofi yang terkandung dalam motif tersebut. Yang jelas motif batik daerah Jambi mempunyai ciri-ciri khas tersendiri dan telah berkembang sedemikian rupa hingga dikenal oleh masyarakat Indonesia dan mancanegara.

Dengan munculnya industri tekstil bermotif batik, disatu sisi merupakan penunjang atas keberadaan dan pelestarian motif batik tradisional itu sendiri, karena semakin banyak yang menerapkan motif batik tradisional berarti pelestarian, terutama dari segi motif dapat dipertahankan. Tetapi dari segi kehidupan industri batik tradisional justru sebaliknya, karena tekstil bermotif batik yang diproduksi secara besar--besaran akan menjatuhkan harga batik tradisional disamping mempercepat tingkat kejenuhan motif akan tersebut dimata konsumen.
Kondisi persaingan antara industri tekstil bermotif batik dan industri batik tradisional, sebenarnya tidak perlu terlalu dikhawatirkan, karena masing-masing produk mempunyai segmen pasar tersendiri, seperti :

  1. Segmen pasar eksklusif (berdisain khusus dan mewah, biasanya terbuat dari sutra dan merupakan batik tulis tangan yang sangat halus detailnya).
  2. Segmen pasar menengah (untuk kepentingan masyarakat umum).
  3. Segmen pasar massal untuk memenuhi kebutuhan seragam sekolah, organisasi, kantor dan sebagainya (batik cap yang diproduksi massal).
Oleh karena itu dalam upaya percepatan pengembangan kerajinan batik, kondisi ini merupakan persoalan yang harus diperhatikan, sehingga dalam pembinaan dan pengembangan industri batik tradisional, baik motif maupun industri batiknya sendiri, diharapkan dapat terus maju bersama dan saling mendukung, karena batik tidak hanya sekedar selembar tekstil dengan motif dan proses tertentu, tetapi merupakan khasanah hasil seni budaya bangsa Indonesia yang merupakan identitas kita, karena dimata dunia, batik identik dengan Indonesia. Hal lain yang juga sangat perlu diperhatikan sejalan dengan usaha untuk menembus pasar global adalah upaya agar motif batik Jambi mendapatkan pengesahan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) / Patent Rights baik secara Nasional maupun Internasional.



1 komentar:

  1. makasi, dng in sayo pacak bikin tugas skolah... sipppp.....

    BalasHapus